Oleh: Oki Sukirman, S.Sos., M.Si
Akademisi Ilmu Politik asal Universitas Aachen, Emanuel Ritcher
menjelaskan globalisasi dengan sangat gamblang, globalisasi merupakan jaringan
kerja global secara bersamaan yang menyatukan masyarakat yang sebelumnya
terpencar-pencar dan terisolasi dalam saling ketergantungan dan persatuan
dunia.
Salah satu anak kandung yang terlahir dari rahim teknologi yang
sangat berpengaruh adanya globalisasi adalah media sosial. Media sosial
merupakan masterpiece terbaik yang dihasilkan oleh teknologi, di mana manusia
mau tidak mau dipaksa untuk saling terkoneksi, terbuka secara cepat.
Benar saja pendapat yang dikemukakan oleh Van Dijk dalam Nasrullah
(2015) bahwa media sosial adalah platform media yang memfokuskan pada
eksistensi pengguna yang memfasilitasi mereka dalam beraktifitas
maupun berkolaborasi. Karena itu media social dapat dilihat sebagai
medium (fasilitator) online yang menguatkan hubungan antar pengguna sekaligus
sebuah ikatan sosial. Maka skurang-kurangnya bagi orang yang sudah
melek teknologi pasti mempunyai media sosial sebagai sarana mengaktualisasikan
diri.
Kehidupan sosial, budaya, ekonomi bahkan politik sangatlah
dipengaruhi dengan adanya media sosial. Saat ini setiap orang bisa mengakses
ruang public kemudian membagikan kepada khalayak banyak baik sebagai informasi,
hiburan ataupun control sosial.
Dalam kehidupan sosial misalnya sudah banyak peristiwa-peristiwa
yang dulu mungkin tidak terbayangkan menjadi konsumsi massal. Kini setiap orang
melalui media sosialnya mampu merekam setiap kejadian-kejadian sosial di
sekitarnya kemudian menjadi viral.
Ketimpangan sosial, ketidakadilan dalam penegakan hukum atau
bahkan aspirasi-aspirasi politik yang selama ini tersendat, mampu disuarakan
dan digemakan melalui media sosial. Manakala saluran-saluran politik formal
(parlemen) tidak bekerja dengan semestinya, maka hadirnya media sosial menjadi
alternatif utama dalam membangun kehidupan sosial politik yang berkeadilan.
Itulah yang kini disebut dengan Parlemen Media Sosial.
Jika dahulu ada yang disebut dengan parlemen jalanan, di mana
kanal menyuarakan aspirasi-aspirasi dilakukan dengan cara demontrasi turun ke
jalan. Parlemen media sosial bisa dilakukan melalui sebuah dadget yang dimiliki
oleh setiap orang.
Kasus yang menjerat Rafael Alun Trisambodo seorang pegawai Ditjen
Pajak Kementerian Keuangan yang didakwa dengan pencucian uang adalah kerja dari
parlemen media sosial. Dimana warganet dengan kritis membuka tabir kehidupan
Rafael Alun melalui media sosial anaknya yang memposting barang-barang dan
kehidupan mewah. Masyarakat merasa heran, sebagai Pegawai Negeri Sipil
mempunyai kekayaan yang tidak wajar.
Peristiwa lain di mana masyarakat Lampung dengan kritis,
mengkritik pembangunan infrastruktur jalan di Provinsi Lampung yang tidak
kunjung diperbaiki. Dengan kekuatan parlemen media sosial, Presiden Jokowi
sampai turun ke Provinsi Lampung yang akhirnya Presiden Jokowi mengambil alih
perbaikan jalan oleh Kementerian PUPR.
Walaupun parlemen media sosial ini terbentuk dengan alamiah dan
bergerak secara sporadis, namun bisa dikatakan bahwa parlemen media sosial ini
menjadi solusi efektif manakala suara-suara dan aspirasi-aspirasi masyarakat
yang seharusnya tersalurkan mandeg dengan procedural-prosedural politik yang
rumit.
Namun demikian ada beberapa catatan dalam gerakan parlemen media
sosial ini agar berjalan efektif dan mempunyai kekuatan yang menggema menjadi
isu public. Pertama, sampaikanlah isu dan peristiwa dengan
informasi yang utuh berdasarkan fakta dan realita. Penting saat mengangkat
sebuah isu atau peristiwa menampilkan informasi yang utuh, tidak secara parsial
karena kepentingan terselubung.
Kedua, pergunakalah kalimat
yang sopan, tidak tendesius dan jangan melakukan doxing. Doxing adalah
penyebaran informasi pribadi seseorang yang bertujuan untuk menjatuhkan
orang tersebut. Alih-alih sebagai kritik sosial, namun jika dilakukan justru
tidak tepat malah akan berhadapan dan melawan hukum.
Ketiga, lakukanlah dengan
terus-menerus dan terhubung dengan akun-akun yang bergerak dengan gerakan yang
sama. Gerakan parlemen media sosial sebagai control sosial memang harus
dilakukan dengan konsisten dan simultan. Tidak menyerah karena isu yang
diangkatnya tidak menjadi viral misalnya. Lakukanlah keterhubungan dengan
akun-akun media sosial yang concern pada gerakan yang sama dengan metode tag
(menandakan akun lain).
Demikianlah pentingnya gerakan parlemen media sosial sebagai
gerakan kesadaran bersama dalam upaya membangun kehidupan sosial, budaya dan
politik yang adil. Tentu saja gerakan parlemen media sosial ini hanya bisa
tercapai dengan efektif manakala para insan-insan media sosial sadar juga akan
ketentuan hukum dan norma yang berlaku.
* : Penulis adalah pegiat Fatsoen Politika Institute.
Fatsoen Politika Institute adalah lembaga think thank yang focus
pada wacana pembangunan politik dan demokrasi berkeadaban.
0 comments:
Posting Komentar