20/05/2023

Menguatnya Parlemen Media Sosial

 

Oleh: Oki Sukirman, S.Sos., M.Si

Pesatnya perkembangan teknologi telah mengantarkan dunia pada satu era yang disebut dengan era globalisasi. Era globalisasi adalah era di mana adanya kecenderungan budaya di wilayah-wilayah di dunia, baik secara geografis, sosiologis menjadi terhubung dalam system sosial, budaya, ekonomi, dan politik yang sama dan seragam.

Akademisi Ilmu Politik asal Universitas Aachen, Emanuel Ritcher menjelaskan globalisasi dengan sangat gamblang, globalisasi merupakan jaringan kerja global secara bersamaan yang menyatukan masyarakat yang sebelumnya terpencar-pencar dan terisolasi dalam saling ketergantungan dan persatuan dunia.

Salah satu anak kandung yang terlahir dari rahim teknologi yang sangat berpengaruh adanya globalisasi adalah media sosial. Media sosial merupakan masterpiece terbaik yang dihasilkan oleh teknologi, di mana manusia mau tidak mau dipaksa untuk saling terkoneksi, terbuka secara cepat.


Benar saja pendapat yang dikemukakan oleh Van Dijk dalam Nasrullah (2015) bahwa media sosial adalah platform media yang memfokuskan pada eksistensi pengguna yang memfasilitasi mereka dalam  beraktifitas maupun  berkolaborasi. Karena itu media social dapat dilihat sebagai medium (fasilitator) online yang menguatkan hubungan antar pengguna sekaligus sebuah ikatan sosial.  Maka skurang-kurangnya bagi orang yang sudah melek teknologi pasti mempunyai media sosial sebagai sarana mengaktualisasikan diri.

Kehidupan sosial, budaya, ekonomi bahkan politik sangatlah dipengaruhi dengan adanya media sosial. Saat ini setiap orang bisa mengakses ruang public kemudian membagikan kepada khalayak banyak baik sebagai informasi, hiburan ataupun control sosial.

Dalam kehidupan sosial misalnya sudah banyak peristiwa-peristiwa yang dulu mungkin tidak terbayangkan menjadi konsumsi massal. Kini setiap orang melalui media sosialnya mampu merekam setiap kejadian-kejadian sosial di sekitarnya kemudian menjadi viral.

Ketimpangan sosial, ketidakadilan dalam penegakan hukum atau bahkan aspirasi-aspirasi politik yang selama ini tersendat, mampu disuarakan dan digemakan melalui media sosial. Manakala saluran-saluran politik formal (parlemen) tidak bekerja dengan semestinya, maka hadirnya media sosial menjadi alternatif utama dalam membangun kehidupan sosial politik yang berkeadilan. Itulah yang kini disebut dengan Parlemen Media Sosial.

Jika dahulu ada yang disebut dengan parlemen jalanan, di mana kanal menyuarakan aspirasi-aspirasi dilakukan dengan cara demontrasi turun ke jalan. Parlemen media sosial bisa dilakukan melalui sebuah dadget yang dimiliki oleh setiap orang.

Kasus yang menjerat Rafael Alun Trisambodo seorang pegawai Ditjen Pajak Kementerian Keuangan yang didakwa dengan pencucian uang adalah kerja dari parlemen media sosial. Dimana warganet dengan kritis membuka tabir kehidupan Rafael Alun melalui media sosial anaknya yang memposting barang-barang dan kehidupan mewah. Masyarakat merasa heran, sebagai Pegawai Negeri Sipil mempunyai kekayaan yang tidak wajar.

Peristiwa lain di mana masyarakat Lampung dengan kritis, mengkritik pembangunan infrastruktur jalan di Provinsi Lampung yang tidak kunjung diperbaiki. Dengan kekuatan parlemen media sosial, Presiden Jokowi sampai turun ke Provinsi Lampung yang akhirnya Presiden Jokowi mengambil alih perbaikan jalan oleh Kementerian PUPR.

Walaupun parlemen media sosial ini terbentuk dengan alamiah dan bergerak secara sporadis, namun bisa dikatakan bahwa parlemen media sosial ini menjadi solusi efektif manakala suara-suara dan aspirasi-aspirasi masyarakat yang seharusnya tersalurkan mandeg dengan procedural-prosedural politik yang rumit.

Namun demikian ada beberapa catatan dalam gerakan parlemen media sosial ini agar berjalan efektif dan mempunyai kekuatan yang menggema menjadi isu public. Pertama, sampaikanlah isu dan peristiwa dengan informasi yang utuh berdasarkan fakta dan realita. Penting saat mengangkat sebuah isu atau peristiwa menampilkan informasi yang utuh, tidak secara parsial karena kepentingan terselubung.

Kedua, pergunakalah kalimat yang sopan, tidak tendesius dan jangan melakukan doxing. Doxing adalah penyebaran informasi pribadi seseorang yang bertujuan untuk menjatuhkan orang tersebut. Alih-alih sebagai kritik sosial, namun jika dilakukan justru tidak tepat malah akan berhadapan dan melawan hukum.

Ketiga, lakukanlah dengan terus-menerus dan terhubung dengan akun-akun yang bergerak dengan gerakan yang sama. Gerakan parlemen media sosial sebagai control sosial memang harus dilakukan dengan konsisten dan simultan. Tidak menyerah karena isu yang diangkatnya tidak menjadi viral misalnya. Lakukanlah keterhubungan dengan akun-akun media sosial yang concern pada gerakan yang sama dengan metode tag (menandakan akun lain).

Demikianlah pentingnya gerakan parlemen media sosial sebagai gerakan kesadaran bersama dalam upaya membangun kehidupan sosial, budaya dan politik yang adil. Tentu saja gerakan parlemen media sosial ini hanya bisa tercapai dengan efektif manakala para insan-insan media sosial sadar juga akan ketentuan hukum dan norma yang berlaku.

* : Penulis adalah pegiat Fatsoen Politika Institute.

Fatsoen Politika Institute adalah lembaga think thank yang focus pada wacana pembangunan politik dan demokrasi berkeadaban.


Leave a comment 

0 comments: