BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Sudah jatuh tertimpa tangga. Begitulah kira-kira nasib Partai Demokrat (PD) dalam beberapa bulan terkahir. “Episode Nazaruddin” yang tak usai-usai, “Andi Nurpati” yang terus tersudut, dan diperparah oleh buruknya tingkah laku para politisinya, menambah daftar panjang sejarah kelam Partai Pemerintah ini. Sepertinya masih segar dalam ingatan kita bagaimana perdebatan Ruhut Sitompul dengan Amir Syarifudin yang secara terang-terangan saling serang opini pada sebuah acara di TV Swasta.
Seolah mereka lupa bahwa mereka hidup dalam satu rumah, namun perseteruan tersebut tidak bias dihindarkan. Tentu ini menjadi preseden buruk, tidak saja bagi keutuhan partai namun juga bagi kestabitaln politik bangsa ini. Namun, tak sampai disana perilaku controversial yang lakukan oleh para politisi kita ini. Acap kali para politisi kita, memunculkan bahkan menggelindingkan pernyataan /statemen ke public secara kontrversial sehingga menimbulkan resistensi dan kecaman dari berbagai khalayak. Bila kita cermati, hal inilah yang sering kita temui pada seorang politisi senior PD yang juga Ketua DPR RI yaitu Marzuki Ali. Pada dasarnya, sebuah pernyataan tidaklah menjadi soal, sebab itu menjadi hak asasi manusia yang dilindungi dalam Undang-Undang (UU) bahwa setiap orang dilindungi dan diberi kebebasan dalam mengeluarkan pendapat baik lisan maupun tuli\san. Tetapi, yang menjadi permasalahan adalah kapasitas siapa dia yang sedang mengeluarkan opini tersebut. Statemen seorang Ketua DPR RI tentu akan menjadi lain jika disamakan dengan statemen dengan seorang tukang becak pada satu isu, misalnya. Tentu bobot statemen seorang Ketua DPR RI menjadi lebih penting (walaupun tidak selalu berbobot.
Oleh karenanya, di sinilah titik permasalahannya, sesungguhnya pola dan strategi komunikasi politik seorang politisi sesungguhnya haruslah hati-hati, penuh pertimbangan, tidak asbun (asal bunyi), karena dari statemen itulah akan mencitrakan dan menggambarkan konsepsi public tentang dirinya secara personal sebagai politisi dan secara institusi yang sedang dia duduki. Dalam hal ini. Marzuki Alie memang sosok politisi yang berbeda. Bisa dibilang, dia tidak pandai memoles citra dirinya, seperti kebanyakan politisi kita. Paradoks Marzuki misalnya dalam masalah pembubaran KPK dan pengampunan koruptor atau soal musibah Tsunami di Mentawai, sungguh diluar logika akal sehat politik. Menimbulkan riuh dan keganduhan politik. Yang tentu saja tidak saja merugikan secara personal, namun juga secara komunal baik institusi DPR maupun Demokrat.
Dalam konteks komunikasi politik, elemen integritas personal seorang politisi sesungguhnya tak hanya menyangkut kualitas pernyataan yang ia wartakan, namun juga mencakup kapasitas dalam meletakkan pernyataan sesuai konteks suasana batin yang hidup di masyarakat. Di dunia politik praktis, Marzuki memang the rising star, yang melesat ke puncak pimpinan DPR. Sebab, di internal Demokrat sendiri, Marzuki tak banyak dikenal. Bahkan Marzuki sendiri mungkin tak percaya, bahwa saat kursi Ketua DPR, yang merupakan salah satu karir puncak dari seorang politisi, kini telah ia raih. Ekspektasi publik terkait sosok pimpinan DPR yang lebih baik dari periode Akbar Tandjung dan Agung Laksono pun kandas. Ketenangan, kemampuan diplomatis, dan kehati-hatian dalam membuat pernyataan yang dimiliki Akbar dan Agung tampaknya absen dalam kepemimpinan Marzuki. Padahal, dalam sistem demokrasi, kepercayaan publik terhadap parlemen mutlak diperlukan.
Kepercayaan publik dibangun melalui mekanisme komunikasi politik yang dapat memberi kepastian bekerjanya lembaga tersebut secara efektif. Komunikasi politik yang baik, seperti kata Graber (1984), menempati posisi sentral karena ia dapat mempengaruhi kualitas interaksi antara publik dan elite politik. Ironisnya, komunikasi politik DPR di bawah Marzuki sejauh ini kerap bertentangan dengan aspirasi publik. Jika para Marzuki dan elite DPR terus menunjukkan sikap kontroversial, legitimasi lembaga ini akan terus merosot. Ujungnya, delegitimasi itu akan merambah pada kepercayaan terhadap model demokrasi perwakilan. Rakyat tidak lagi percaya kepada sistem perwakilan melalui pemilu, karena pemilu hanya akan menghasilkan wakil yang justru kerap mencederai mereka sendiri. Ancaman seperti inilah yang seharusnya dipikirkan oleh Marzuki. Marzuki, yang berlatar belakang pengusaha, mungkin sulit memahami bahwa dalam diri setiap politisi selalu ada paradoks.
Di sana, akan selalu kita temui kontradiksi antara kata dan perbuatan, Paradoks politik inilah yang mungkin tak difahami oleh kita dan tentu saja oleh Marzuki Alie. Di sinilah menarik, bahwa dalam konteks komunikasi, gaya serta style MarzukiAlie dalam berkomunikasi politik patut dicermati dan diamati. Makalah inilah yang akan memfokuskan pada aspek kajian. 1.2.Perumusan Masalah Berdasarkan paparan diatas, dalam makalah ini penyusun mengambil tema makalah: “Menyoal Etika Komunikasi Politik Politisi Kita; Studi Komunikasi Politik Marzuki Alie (Ketua DPR RI) ” Maka dapat dapat diidentifikasikan menjadi suatu permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana kesalahan-kesalahan Marzuki Alie dalam konteks Komunikasi Politik? 2. Bagaimana Etika Komunikasi Politik Marzuki Alie? 1.3. Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan ini adalah untuk: 1)Untuk mengetahui kesalahan-kesalahan Marzuki Alie dalam Komunikasi Politik? 2)Untuk mengetahui bagaimana Etika Komunikasi Politik Marzuki Alie? 1.4.Kegunaan penulisna Adapun kegunaan penulisan ini adalah untuk: 1)Secara Akademis. Memberikan informasi yang lengkap dan ilmiah serta menambah khazanah keilmuan dalam bidang ilmu komunikasi khususnya tentang etika komunikasi politik. 2)Secara Praktis Hasil penelitian pada makalah ini ini diharapkan dapat berguna bagi masyarakat terutama bagi politisi, mahasiswa, praktisi komunikasi ataupun pengkaji komunikasi politik.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1. Konsep Politik Dan Komunikasi Politik
2.1.1. Objek studi ilmu politik.
Objek studi dari ilmu politik adalah segala hal yang berkaitan dan berhubungan dengan negara (state). Negara (state) disini diartikan sebagai suatu organisasi dalam suatu wilayah yang mempunyai kekuasaaan tertinggi yang sah dengan adanya legitimasi konstitusi (perundang-undangan) sehingga ditaati oleh rakyatnya . Ilmu politik mempelajari segala hal tentang negara dari mulai tujuan-tujuan negara, dan lembaga-lembaga negara yang kaan melaksanakan tujuan-tujuan itu, fungsi negara dan lembaga-lembaga, serta hubungan antara negara dengan warga negaranya serta antara negara yang satu dengan negara yang lain.
2.1.2. Ruang lingkup
politik Politik mempunyai ruang lingkup yang terdiri dari:
o Kekuasaan (power). Kekuasaan (power) dalam hal ini diartikan sebagai sebuah kemampuan seseorang atau suatu kelompok dalam mempengaruhi tingkah laku orang lain atau kelompok lain sesuai dengan keinginan dari pelaku tersebut. Inti dari politik adalah kekuasaana, sebab semua kegiatan yang menyangkut dengan masalah meraih dan mempertahankan kekuasaan adalah politik..
o Pengambilan keputusan (decisionmaking), Pengambilan keputusan (decisionmaking) diartikan sebagai konsep pokok dari politik yang berkaitan dengan keputusan-keputusan, kebijakan-kebijakan baik yang bersifat teknis maupun taktis yang akan diambil secara kolektif dan mengikat seluruh masyarakat. Tujuan dari proses pengambilan keputusan dan kebijakan merupakan proses memilih antara beberapa alternatif pilihan. Sehingga setiap proses membentuk kebijaksanaan umum atau kebijaksanaan pemerintah adalah hasil dari suatu proses pengambilan keputusan dari pilihan-pilihan.
o Kebijaksanaan umum (public policy, beleid). Kebijaksanaan umum (public policy, beleid adalah suatu kumpulan keputusan yang diambil oleh seorang pelaku atau oleh kelompok politik dalam usaha memilih tujuan-tujuan dan cara-cara untuk mencapai tujuan-tujuan itu. Pihak yang membuat kebijaksanaan-kebijaksanaan itu mempunyai kekuasaan untuk melaksanakannya.
2.1.3. Tujuan politik
Tujuan dari politik adalah sebagai proses pembagian (distribution) dan alokasi (allocation) kekuasaan. Pembagian dan penjatahan dalam hal ini adalah dari nilai-nilai (values) dalam masyarakat. Politik adalah membagikan dan mengalokasikan nilai-nilai secara mengikat. dari tujuan inilah kita dapat memaklumi dengan adanya konflik sebab pembagian yang dilakukan (mungkin saja dan sering) tidak adil.
2.1.4. Fungsi negara.
Sebelumnya penulis akan memaparkan kerangka teori-tori yang ada yang membahas tentang fungsi negara, diantaranya:
- Anarkhisme (dalam bahasa Yunani berarti ‘tanpa pemerintah’/non-rule), sebagai paham yang menolak pemerintahan, dikenal oleh filsuf-filsuf dari aliran Stoa seperti Zeno, yang menginginkan masyarakat tanpa Negara dan pemerintah.
- Individualisme atau doktrin Laissez Faire dalam bidang politik tidak menyangkal manfaat Negara dan fungsi-fungsi Negara.
- Sosialisme, diartikan sebagai semua gerakan sosial yang menghendaki campur tangan pemerintah yang seluas mungkin dalam bidang perekonomian.
- Komunisme salah satu bentuk ajaran dari sosialisme, yang diajarkan oleh peletak dasarnya Karl Marx dengan bantuan dan kerjasama Friedrich, Engels dan yang untuk pertama kali dipraktekan di Rusia pada tahun 1917.
- Sindikalisme (dari kata Prancis, syndicat yang berarti ‘serikat sekerja’) sebagai garakan politik di mulai di prancis pada tahun 1890. - Guild socialism adalah suatu gerakan yang bersifat khas Inggris dimana badan-badan koperasi umum akan menguasai alat-alat produksi dan akan menyelenggarakan tugas-tugas kenegaraan dalam bidang kesejahteraan.
- Fascisme (yang berarti kelompok atau kumpulan), mereka menamakan dirinya fascio di combattinento yang berarti barisan-barisan tempur. Membenarkan penguasaan dari semua alat-alat produksi oleh Negara dan tidak mengenal batas dari fungsi-fungsi yang dapat diselenggarakan oleh Negara.
- Kolektivitisme empiris, aliran ini menyetujui penguasaan umum (public ownership) atas dinas-dinas umum yang vital seperti perusahaan gas dan listrik atau pengangkutan umum umpamanya.
Mendasar dari sanalah banyak para Pakar ilmu politik mencoba merumuskan fungsi dari negara, diantaranya seorang pakar politik dari Inggris Charles E. Merriam menyebutkan lima fungsi Negara, yaitu:
a)Keamanan ekstern
b)Ketertiban intern
c)Keadilan d)Kesejahteraan umum
e)Kebebasan. Selain itu juga Menurut Prof. Lipson fungsi Negara yang paling mendasar adalah perliundungan.
Dengan adanya hasrat mendapatkan perlindungan inilah, maka Negara didirikan. Negara dibentuk oleh individu-individu untuk memperoleh perlindungan dan Negara terus di pertahankan untuk memelihara tujuan itu. Perlindungan merupakan sebab baik maupun raison d’ etre. Fungsi perlindungan diperluas dengan fungsi conservation dan development. Dengan kedua fungsi terakhir ini Negara melaksanakan fungsi-fungsi yang melampaui generasi sekarang.
2.2. Komunikasi Politik.
Kemudian menulusuri komunikasi politik saat ini memang sangatlah menarik. Hal ini mengundang perhatian dari berbagai kalangan baik dari sarjana politik, para aktivis, politisi maupun profesional dalam bidang komunikasi dan politik. Sebenarnya kajian ilmu komunikasi politik adalah hal yang baru. Jalaludin Rakhmat, mengutip Dan Nimmi dalam bukunya, Handbook of Political Communication, mengatakan bahwa di Amerika Serikat saja komunikasi politik masih mencari bentuk.
Namun penelaahan komunikasi dan politik secara sekaligus pemanfaatan komunikasi untuk kepentingan politik sebetulnya telah berkembang lama. Salah satunya diprakarsai oleh Harold D. Lasswell yang pada tahun 1927 menulis buku, Propaganda Technique in the World War, dengan formulasinya yang terkenal (Who says what, to whom, in which channel, with what effect), merupakan sebuah karya monumental yang terus dikembangkan dalam buku-bukunya yang lainnya seperti yang ditulisnya pada tahun 1985 yaitu, Politic: Who Gets What, When, How. Penelitian komunikasi politik paling awal berkenaan dengan kampanye politik dan pemilihan umum.
Selain itu dalam banyak hal di Eropa dikembangkan penelitian komuniaksi politik yang berkaitan dengan studi opini publik, studi perkembangan arus sosiokultural, telaah hubungan antara media dan pemerintah, juga sistem informasi dalam institusi birokratis yang ternyata relevan dengan penelitian komunikasi politik di Indonesia sampai sekarang. Komunikasi politik mempelajari mata rantai antara komunikasi dan politik atau jembatan metodologis antara disiplin komunikasi dan politik. Namun jika disimak dari berbagai literatur, komunikasi politik telah menjadi kajian tersendiri sejak diakui oleh organisasi ilmiah International Communication Association, bersama divisi lain, seperti sistem informasi, komunikasi antarpribadi, komunikasi massa, komunikasi organisasi, komunikasi antarbudayam komunikasi instruksional dan komunikasi kesehatan.
Beberapa ilmuwan melihat komunikasi politik sebagai pendekatan dalam pembangunan politik. Karena itu komunikasi politik dianggap memiliki fungsi yang sangat istimewa karena meletakan basis untuk menganalisis permasalahan yang muncul dan berkembang dalam keseluruhan proses dan perubahan politik suatu bangsa. Bahkan Plano melihat bahwa komunikasi merupakan proses penyebaran, makna atau pesan yang bersangkutan dengan fungsi suatu sistem simbolik. Secara formal objek komunikasi politik adalah dampak atau hasil yang bersifat politik (political outcomes) di samping sebagai salah satu fungsi yang menjadi syarat untuk berfungsinya sistem politik.
Jika komunikasi poltiik dilihat sebagai jembatan metodolgis antara disiplin komunikasi dan politik maka objek formal komunikasi politik juga adalah proses penciptaan kebersamaan dalam makna (the commoness in meaning) tentang fakta dan peristiwa politik. Pentingnya komunikasi dalam pencapaian sasaran politik diakui oleh Greber (1981: 23) dengan mengatakan, sebagian besar aktivitas politik adalah permainan kata-kata. Politisi berhasil meraih kekuasaan karena keberhasilannya berbicara scara persuasif kepada para pemilihn dan kepada elit politik. Ia (bahasa yang digunakan dalam konteks politik) dan apa yang membuat bahasa verbal maupun nonverbal menjadi politis bukanlah karena bentu atau kosa kata, melainkan karena subtasi informasi yang dihadirkan, setting di mana informasi disebarkan maupun karena fungsi yang dijalankan. Sebagai komunikatorm politik politisi berada pada posisi strategis untuk memainkan peran politik dalam suatu setting politik tertentu.
Menurut Nimmo (1993: 72): Politisi sebagai komunikator politik memainkan peran sosial yang utama, terutama dalam proses oembentukan opini publik. Politisi atau politikus berkomunikasi sebagai wakil suatu kelompok dan pesan-pesan politikus itu adalah untuk memajukan dan atau melindungi tujuan kepentingan politik. Artinya, komunikator politik mewakili kepentingan kelompok, sehingga jika dirakum maka politikus mecari pengaruh lewat komunikasi. 2.3.
Pendekatan Dramaturgis Pandangan Goffman melalui pendekatan dramaturgi, seorang aktor politik selalu ingin menampilkan perasaan diri yang diterima oleh orang lain. Tetapi, ketika menampilkan diri, aktor menyadari bahwa anggota audien dapat mengganggu penampilannya. Karena itu aktor menyesuaikan diri dengan pengendalian audien, terutama unsur-unsurnya yang dapat mengganggu. Aktor berharap perasaan diri yang mereka tampilkan kepada audien akan cukup kuat memengaruhi audien dalam menetapkan aktor sebagai aktor yang dibutuhkan. Aktor pun berharap ini akan menyebabkan audien bertindak secara sengaja seperti yang diinginkan aktor dari mereka.
Goffman menggolongkan perhatian sentral ini sebagai ”manajemen pengaruh”. Manajemen ini meliputi teknik yang digunakan aktor untuk mempertahankan kesan tertentu dalam menghadapi masalah yang mungkin mereka hadapi dan metode yang mereka gunakan untuk mengatasi masalah itu. Menggunakan metafor teater, dalam hal ini Goffman (1959) membagi kehidupan sosial ke dalam dua wilayah: - Panggung depan (front stage). Front adalah bagian pertunjukan yang umumnya berfungsi secara pasti dan umum untuk mendefinisikan situasi bagi orang yang menyaksikan pertunjukan.
Dan hal ini memungkinkan individu menampilkan peran formal dan bergaya layaknya aktor yang berperan. - Panggung belakang (back stage) di mana fakta disembunyikan di depan atau berbagai jenis tindakan informal mungkin timbul. Back stage biasanya berdekatan dengan front stage, tetapi juga ada jalan memintas antara keduanya. Pelaku tak bisa mengharapkan anggota penonton di depan mereka muncul di belakang. Mereka terlibat dalam berbagai jenis pengelolaan kesan untuk memastikannya. Pertunjukan mungkin menjadi sulit ketika aktor tak mampu mencegah penonton memasuki pentas belakang.
Pada wilayah depan para pemain memiliki kesempatan untuk menciptakan imgae terhadap pertunjukan yang skenarionya sudah diatur sedimikian rupa dan berbeda dengan apa yang ada di wilayah belakang. Pada bagian lain penampilan individu secara teratur berfungsi secara umum dan tetap untuk mendefenisikan situasi bagi mereka yang menyaksikan penampilan itu, dikenal juga dengan setting dan personal fornt untuk kemudian dibagi lagi mejadi penampilan (apperance) dan gaya (manner) Berdasarkan pandangan dramaturgis, seseorang cenderung mengetengahkan sosok-diri yang ideal sesuai degan status perannya dalam kegiatan rutinnya. Seseorang cenderung menyembunyikan fakta dan motf yang tidak sesuai dengan citranya.
Bagian dari sosok diri yang diidealisasikan melahirkan kecenderungan si pelaku untuk memperkuat kesan bahwa pertunjukan rutin yang dilakukan serta hubungan dengan penonton memiliki sesuatu yang istimewa sekaligus unik. Ketika politisi berinteraksi dengan sesama politisi lainya atau dengan masyarakatnya, terjadi sebuah pengelolaan kesan oleh politisi yang diharapkan tumbuh dari orang lain terhadap politisi tersebut. Akan tetapi belakang layar, perilaku mereka bisa sangat berbeda. Pada saat rehat sidang DPR misalnya, politisi dapat melepaskan jas dan mengendurkan dasinya, duduk santai dan berunding dnegan pihak lain, semisal pengusaha yang boleh jadi bertentangan dengan kepentingan rakyat. Goffman (1959) mengisyaratkan bahwa kegiatan rutin jarang dilakukan sendirian. Goffman menggunakan istilah team sebagai sejumlah individu yang bekerjasama mementaskan suatu routine. Dalam panggung politik tim itu dapat berupa seorang politisi dengan beberapa anggota lain dari fraksinya, atau seorang kerua komisi dengan beberap orang anggota komisi lainnya.
BAB III PEMBAHASAN
3.1. Siapa Marzuki Alie?
Perjalanan Marzuki menuju kursi Ketua DPR dari Partai Demokrat tidaklah mudah, sosok yang dikenal aktif bersosialisasi, pekerja keras dan ramah ini, memulai karirnya sebagai Pegawai di lingkungan Departemen Keuangan di DKI Jakarta selama kurun waktu tiga tahun (1975-1980), kemudian dirinya ditugaskan ke tanah kelahirannya, Palembang atau tepatnya di Kantor Perbendaraan negara Depkeu Palembang (1979-1980) Pria kelahiran, Palembang, 6 Nopember 1955, aktif di berbagai aktifitas sosial seperti di bidang pendidikan, keagamaan, politik maupun kemasyarakatan. loyalitas terhadap Partai Demokrat tidak perlu diragukan lagi, Marzuki bahkan pernah menjadi tim sukses pemenangan Pemilu SBY-JK pada Pemilu lalu.
Selain itu, ayah dari dua orang anak ini juga pernah menjabat sebagai Majelis Pertimbangan Daerah Partai Demokrat Provinsi Sumsel (2003-2004), keberhasilan Marzuki dalam mendulang suara Partai Demokrat di Provinsi Sumsel, dia akhirnya dipercaya menjadi Fungsionaris DPP PD (2004-2005) hingga Sekretaris Jenderal DPP PD (2005-2010). Tangan dingin, dan kerja keras Marzuki bersama Partai Demokrat Provinsi Sumsel dalam memenangkan Partai Demokrat pada Pemilu 2009 lalu, membuahkan hasil manis dimana SBY-Boediono meraih 54,07 persen suara mengalahkan pasangan lainnya. Keinginan untuk terus belajar dan menggali ilmu yang didapat di bangku sekolah, mendorong dirinya untuk melanjutkan pendidikan PhDnya, saat ini, dia tercatat sebagai kandidat PhD Program Universiti Utara
Malaysia. selain itu, dia mendedikasikan dirinya menjadi pengajar di LB PAAP-Fakultas Ekonomi Unsri (1984-1989) dan menjadi pembicara di berbagai forum-forum akademisi seperti Pelatihan Manajemen UKM (1996 – 1999) dan Kurikulum Berbasis Komp. KOPERTIS WIL II (2002) dan menjadi anggota Dewan Pendidikan Kota Palembang (2002 – 2006). Jika waktu senggang, Marzuki juga masih menyempatkan memberikan materi kuliah umum di Universitas IGM, dan sebagai narasumber di berbagai seminar pemuda dan pelatihan Political Marketing, Ketua Yayasan Pendidikan Indo Global Mandiri, Penanggung Jawab KBIH IGM – Al Ihsaniah serta anggota Dewan Pembina DPC KKP Kota Palembang. Perkembangan teknologi informatika juga tidak luput dari perhatian Marzuki, hingga dirinya dipercaya menjadi Ketua Forum Komunikasi Ahli Komputer BUMN Semen Indonesia (1992- 1996).
Di bidang kemasyarakatan dan profesi, ia dikenal aktif di Asosiasi Semen Indonesia Ketua Umum Serikat Karyawan PT.Semen Baturaja (1998– 2001), anggota Majelis Pertimbangan Federasi Serikat Pekerja BUMN Indonesia (1998 – 2001), anggota Dewan Pembina Ormas DPP Suara Bangsa (2003 –2005), anggota Dewan Pembina Ormas DPP AMDI (2003 – 2005) dan ketua WANBIN Forum Pemuda Keadilan Pusat (2003 – 2005). Prestasi yang membanggakan yang pernah diraih Marzuki berawal saat dirinya diangkat sebagai Direktur PT Semen Baturaja pada tahun 1999, saat dia diangkat kondisi perusahaan sudah hancur lebur bahkan dinyatakan bangkrut, dengan kesabaran dari seorang Marzuki, dia bersama anggota Direksi yang lain akhirnya berhasil melakukan Restrukturisasi kredit bermasalah TSB di BPPN, senilai Rp. 488 milyar, melalui cash settlement dengan KI Perbankan tahun 2000, sekaligus menyelamatkan PT Semen Baturaja dari kebangkrutan tanpa bantuan Pemerintah akibat krisis moneter 1997-2000.
Nilai Assets hasil penilaian dari “Independen Appraisal Company”, tahun 2001 sebesar Rp.1,2 Trilliun. Bangun Citra DPR Ketika ditanya mengenai pencalonan dirinya oleh Partainya untuk menjadi Ketua DPR RI, Marzuki Alie menyatakan akan berusaha membangun citra lembaga legislatif menjadi lebih baik dari periode 2004-2009. "Kekurangan masa lalu akan kami perbaiki,"ujar Marzuki disela-sela acara gladi resik pelantikan anggota DPR Periode 2009-2014, di Gedung DPR, (30/9).
Menurut Marzuki, kepemimpinan DPR mendatang akan memaksimalkan dan meneruskan pencapaian positif periode sebelumnya. "untuk melakukan pembaharuan harus dilakukan secara bersama-sama karena pimpinan DPR merupakan jabatan kolektif,"katanya. Dia menilai jabatan sebagai pimpinan DPR bersifat kolegial,. sehingga semua tugas yang akan dikerjakan tentu harus dibicarakan terlebih dulu dengan semua unsur pimpinan yang ada. “Saya tidak bisa memaksakan keinginan kita tetapi saya yakin bahwa anggota Dewan yang terpilih ini semua bercita-cita ingin membawa bangsa ini lebih baik,” tukasnya dengan menambahkan, dengan kepemimpinan kolegial itu kata Marzukie, kebersamaan yang akan di bangun sehingga diharapkan ke depan menjadi lebih baik.
Mengenai kasus hukum yang pernah dialami Marzuki, dia menegaskan kasus itu sudah tuntas dan tidak ada masalah lagi. "Jadi kenapa harus dituduhkan, padahal saya telah menyelamatkan aset negara Rp 1.2 Triliun,"tegasnya. Menyinggung bagaimana bentuk pengawasan DPR kepada pemerintah mengingat Presiden dan Ketua DPR dari partai yang sama, Marzuki berkilah, lembaga DPR terdiri dari multi partai dan kepemimpinannya bersifat kolegial. “Jadi tak usah dikuatirkan sebab saya hanya satu bagian dari kepemimpinan itu, sehingga tidak perlu dianggap itu sebagai sesuatu masalah, “ ujarnya. Dia justru mempersoalkan kekhawatiran itu sebab dulu dipersoalkan kalau Presidennya dari Demokrat dimana Dewannya kita tidak kuat, bagaimana akan mengawal pemerintah. Justru sekarang dibuat UU yang demikian ketatnya, kebetulan Demokrat muncul sebagai pemenang dan dipercaya, lalu dipertanyakan lagi bentuk pengawasannya. “ Yang mana yang benar.
Yang benar wartawanlah yang menjawabnya,” tukas dia. Yang penting, dia menyatakan akan mengikuti aturan bagaimana nanti mekanisme yang ada di lembaga ini. Meski dianggap sebagai pendatang baru di DPR, ia menegaskan tidak masalah apakah berpengalaman atau tidak. “ Dalam melaksakan tugasnya saya bisa berembuk diantara pimpinan,” ujarnya lagi. Terpilihnya Marzuki Alie sebagai Ketua DPR mengalahkan kandidat terbaik Partai Demokrat lainnya, seperti Partai Demokrat Taufik Effendi (mantan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara), Hayono Isman (mantan Menpora di era Orde Baru) dan Ketua FPD DPR Syarif Hassan. Kepastian Marzuki menjadi kandidat Ketua DPR saat itu, berawal dari sinyal Presiden SBY selaku ketua Dewan Pembina Partai Demokrat yang menunjuk Marzuki Alie. Akhirnya keputusan menetapkan Marzuki sebagai Ketua DPR RI datang dari pernyataan Kepastian Marzukie Alie akan menjabat
Ketua DPR dinyatakan Ketua DPP Partai Demokrat bidang Politik Anas Urbaningrum. Ia menyatakan, keputusan Ketua Dewan Pertimbangan Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono menunjuk Marzuki Ali sebagai Ketua DPR RI periode 2009-2014 adalah demi kepentingan negara.
3.2. Daftar “dosa besar” Marzuki Alie dalam komunikasi politik.
Dulu Marzuki dikenal sebagai politisi yang jarang bicara ke publik. Tapi setelah menjadi orang nomor satu di DPR, bicaranya kerap mengundang kontroversial. Dikecam sana-sini, Marzuki bergeming. Pernyataannya yang kontroversi terus berlanjut. Kasus terbaru, Marzuki menyerukan pembubabaran KPK.
Jauh sebelumnya, pernyataan Marzuki banyak mengundang polemik. Nah, inilah rekam jejak beberapa pernyataan Marzuki Alie yang menimbulkan kontroversi: 1)Pada tanggal 26 Oktober 2009, Marzuki mendukung rencana pemerintahan SBY menaikkan gaji para menteri meski tiga hari setelah itu dia membantah pernyataannya. Dia dikecam dianggap tidak sensitif terhadap rakyat kecil. 2)Pada tanggal 28 Oktober 2009: Secara sepihak membatalkan dua rapat kerja menteri yakni rapat kerja Komisi IX dengan Menteri Kesehatan dan rapat kerja Komisi VIII dengan Menteri Agama. 3)Pada tanggal 21 Januari 2010: Tanpa didampingi pimpinan DPR lainnya Marzuki menghadiri pertemuan pimpinan lembaga tinggi negara di Istana Negara. Wakil Ketua DPR RI Priyo Budi Santoso merasa tidak terwaikili dengan kehadiran Marzuki itu. 4)
Pada tanggal 2 Maret 2010: Marzuki dicerca anggota DPR yang hadir dalam Sidang Paripurna DPR RI soal rekomendasi Pansus Angket Bank Century karena secara sepihak menghentikan rapat. 5)Pada tanggal 15 September 2010: Marzuki Alie menilai studi banding yang dilakukan Panja Pramuka DPR RI ke Korea Selatan, Jepang, dan Afrika Selatan bukanlah pemborosan. Lawatan ke tiga negara itu kabarnya beranggaran Rp 3,7 miliar. 6)Pada tanggal 27 Oktober 2010: Marzuki berceloteh soal bencana tsunami yang melanda Mentawai, Sumatera Barat. Dia menyalahkan para korban yang tetap tinggal di tepi pantai. Ia juga menyarankan agar warga pindah ke daratan.
Gerakan kecam Marzuki beredar di media sosial Facebook dan Twitter. 7)Pada tanggal 29 November 2010: Marzuki diam-diam kunjungan kerja ke luar negeri Syria di tengah keprihatinan saat ini akan bencana alam yang melanda tanah air pascatsunami di Mentawai. Padahal saat itu semua alat kelengkapan DPR membatalkan agenda kunjungan ke luar negerinya sampai akhir tahun sebagai bentuk empati terhadap rangkaian bencana alam di tanah air. 8)Pada tanggal 24 Desember 2010: Marzuki mengakui kinerja anggota dewan di sepanjang tahun 2010 buruk dengan hambatan utama terutama faktor komunikasi.
Ini mengundang reaksi dari kawan-kawannya sesama anggota DPR RI. 9)Pada tanggal 11 Januari 2011: Marzuki geram dengan pernyataan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon yang menyebutkan pimpinan DPR melakukan kebohongan publik tentang persetujuan semua fraksi dalam pembangunan gedung baru DPR. Marzuki tegas menyatakan, fraksi Gerindra di DPR serta fraksi lainnya sudah setuju terkait pembangunan itu. 10)Pada tanggal 26 Februari 2011: Marzuki meminta pemerintah menghentikan arus pengiriman TKW sebagai pembantu rumah tangga ke luar negeri karena semakin memperburuk citra Indonesia di luar negeri.
Migrant Care mendesak Marzuki minta maaf atas pernyataannya itu. 11)Pada tanggal 1 April 2011: Marzuki terus berceloteh soal pembangunan gedung mewah DPR dan menyebut pembangunan gedung baru DPR sudah ada sejak Agung Laksono menjadi ketua DPR periode sebelumnya. 12)Pada tanggal 15 April 2011: Tiba-tiba Marzuki keberatan dengan keberadaan salah satu lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), United Nations Development Programme (UNDP) di lingkungan gedung DPR RI. 13)Pada tanggal 30 Mei 2011: Marzuki berang dengan pemilik akun Twitter Benny_Israel dan akan melaporkannya ke Polisi. 14)Pada tanggal 27 Juni 2011: Marzuki membuat berang pimpinan DPD RI terkait pernyataannya ada penggelembungan pembangunan gedung Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang menghabiskan dana sekitar Rp 30 miliar per gedung di 33 provinsi. 15)29 Juli 2011: Secara mengejutkan Marzuki mengusulkan KPK dibubarkan.
Para koruptor diampuni dan duitnya dikembalikan ke negara. 3.3. Etika Komunikasi Politik Marzuki Alie. Harus diakui, bahwa sesungguhnya para politisi kita belum sepenuhnya memahami bagaimana komunikasi politik yang baik itu. Komunikasi politik yang dijalankan lebih kepada bawaan alami, sehingga pesan politik yang disampaikan cenderung hanya untuk memenuhi eksistensi dan narsisme dalam politik. Mereka tidak pernah mempertimbangkan bagaimana pesan politik yang disampaikan tidak saja berhasil diterima oleh komunikan politik (masyarakat). Namun juga dapat berpengaruh baik pada posisi politik yang sedang dijalankannya. Apalagi bagi para pejabat-pejabat strategis dalam politik, pesan komunikasi politiknya bukan saja mencerminkan kredebilitas secara personal namun juga berpengaruh pada pembangunan citra lembaganya yang berakibat pada kepentingan orang banyak.
Harold Lasswell, seorang Ilmuwan Politik memberikan formulasi sederhana dalam komunikasi politik yakni Who, Say what, In which channel, to whom with what effect. Lasswell memberikan uraian, bahwa hal yang wajar bahwa komunikasi politik (yang melingkupi tindakan dan perkataan) oleh para politisi mempunyai akibat yang luas, sebab pernyataan (pesan) adalah tindakan interpretative sinambung dengan social dan politik. Artinya dalam formulasi komunikasi politik ala Lasswell tersebut, yang perlu dicermati apa akibat yang akan terjadi dari pesan tersebut (with what effect) baik secara personal maupun komunal (dalam Nimmo, 2005:13) Dalam komunikasi politik berlaku hukum aksi-reaksi dan kausalitas dari komunikasi itu sendiri.
Maka hendaknya dalam komunikasi politik para komunikator haruslah mempertimbangkan aspek subjek dari pesan (komunikan), nilai pesan (value massage), dan efek dari pesan politik tersebut. Hal ini semata dalam rangka menjalankan politik sehat dan mencerdaskan kepada masyarakat, bahwa politik tak melulu “kotor” namun dalam politik ada etika (fatsoen) yang (harus) dipegang agar mampu membangun kesinambungan politik vis a vis meminimalisir adanya konflik dan resistensi dari masyarakat. Kapasitas Marzuki sebagai Ketua DPR RI, membuat segala pesan (tindakan dan pernyataan) yang dibuatnya akan mempunyai akibat baik langsung ataupun tidak terhadap masyarakat. Dalam kajian komunikasi politik, sesungguhnya seorang komunikator politik (politisi, professional dan aktifis) ketika berkomunikasi tidak dimaknai sebagai pernyataan individual atau pribadi an sich, namun seorang komunikator politik merupakan wakil dan respesentasi dari khalayak yang diwakili.
Maka tentunya harus mempertimbangkan aspek efek yang akan terjadi dari pesan politik tersebut. Dalam tradisi komunikasi sebagaimana perspektif Little John dan M Griffin (1990), komunikasi Marzuki Alie bisa dikategorikan sebagai bagian dari komunikasi tingkat tinggi. Seorang figur publik adalah representasi publik. Ketika ia tidak mampu mewakili kepentingan dan harapan publik, jelas komunikasi tersebut sama sekali tidak efektif. Selain itu dalam kajian strukturalisme sebagaimana pandangan Ferdinand de Saussure (1943), pernyataan baik lisan maupun tulisan adalah narasi abstraksi yang memiliki proposisi dengan pernyataan dan fenomena di depan dan di belakang (sebelumnya).
Bahasa Marzuki Alie adalah sebuah logosentrisme yang erat kaitannya dengan dirinya sebagai orang Partai Demokrat, ketua DPR, fenomena Nazaruddin, kekalahan melawan Anas Urbaningrum dalam Kongres Partai Demokrat dulu dan fenomena politik di negeri ini. Selain itu, dalam perspektif dramaturgis Marzuki Alie bisa dikatakan kurang bisa memoles arena panggung depan (front stage). Ia tidak bisa menjadikan panggung depan sebagai sebuah wahana memperkuat citra diri sebagai seorang politisi.
Namun justru sebaliknya, apa yang dia lakukan pada wilayah panggung belakang (back stage) masih terbawa dan bahkan mungkin merupakan kepolosan dari Marzuki Alie untuk kembali ditampilkan pada arena panggung depan. Karena, kami pun menyadari bahwa sesungguhnya Marzuki Ali adalah sosok manusia biasa. Tentunya ini akan sangat tercermin dari kebiasaan dan kehidupan alami yang dia tampilkan pada wilayah panggung belakang (back stage).
Namun sayangnya, dia tidak menyadari atau memperhitungkan kapasitas dirinya sebagai seorang pucuk pimpinan lembaga tinggi Negara, yang tentu saja apa yang dia lakukan, apa yang di bicarakan menjadi respentasi dari lembaga yang dia wakili/ Seperti tulisan di blog pribadinya bertajuk “Kepemimpinan Politik Demokratis”, Marzuki tegas menyatakan bahwa kemampuan membangun komunikasi politik amat menentukan kualitas kepemimpinan politik. Kepemimpinan politik demokratis sangat terkait dengan substansi komunikasi politik para pemimpin politik, ujarnya. Secara definisi, politik adalah seni kepemimpinan. Etika, moral, kejujuran, kebajikan, kebenaran, keadilan atau kesejahteraan adalah serangkaian nilai utama yang wajib melandasi setiap praktik kekuasaan. Ketiadaan basis etik hanya akan menihilkan legitimasi moral dan membuat politik menjadi mesin pembunuh terganas bagi nurani dan akal sehat.
Maka dalam kerangka dramaturgis, sesungguhnya ia adalah seorang politisi, ia kurang pandai membedakan idealisme pribadi dan kapasitasnya selaku pimpinan DPR. Karena setiap politisi dituntut untuk hati-hati dalam berkata, akomodatif, siap berkompromi, dan jika mungkin dibumbui lip service dan tebar pesona. Dalam perspektif Jalaluddin Rahmat (2001), ketika proses komunikasi tidak tepat, persepsi elite pada kepentingan dan kebutuhan publik juga akan keliru. Pada titik klimaksnya, pola tindakan kaum elite sendiri juga nyaris tidak sejalan dengan apa yang menjadi dasar kebutuhan publik. Maka di sanalah pentingnya sebuah komunikasi politik.
PUSTAKA ACUAN:
• A.P. Sumarno. 1989. Dimensi-dimensi komunikasi politik, Bandung: PT Acitra Aditya Bakti.
• Harun, Rochajat dan Sumarno AP. 2006. Komunikasi politik sebagai pengantar. Bandung: Penerbit Mandar Maju.
• Nimmo, Dan. 2006. Komunikasi Politik. Bandung. PT Remaja Rosda Karya.
• Budiharjo, Miriam. 2001. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustakan Utama
• Mulayana, Dedy. 2007. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung PT Remaja Roska Karya,
• Cangara, Hafied. 2011. Komunikasi Politik; Konsep, Teori dan Strategi. Jakarta. PT RajaGrafindo Persada.
• www.tempointeraktif.com tanggal akses 08 November 2011, 14.00
0 comments:
Posting Komentar