Oleh.Oki Sukirman*
Konflik yang terjadi dalam tubuh DPRD Kabupaten Bandung yang berkepanjangan dan tidak kunjung usai sungguh sangat memprihatinkan. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang menjadi jembatan dan medium yang bisa meminimalisasi kesenjangan aspirasi antara rakyat dan pemimpinnya tidak bisa secara ideal diwujudkan. Ini bertolak belakang sekali dengan semangat para pahlawan dahulu yang memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia.
Tepat hari ini, tanggal 10 November 2009 kita memperingati sebagai hari Pahlawan. Perjuangan para pahlawan dalam merebut kemerdekaan dari kolonial penjajah hendaknya mampu dimaknai betul oleh kita semua. Tulisan ini sekedar pesan moral terutama kepada para wakil rakyat di Kabupaten Bandung yang sedang berkonflik.
Konflik itu sendiri berawal dari rapat pembentukan alat kelengkapan DPRD Kabupaten Bandung yang baru dilantik. Pertarungan kepentingan koalisi-koalisi yang ada dalam tubuh DPRD sudah sangat terasa. Konflik ini disebabkan oleh ketidakhadiran dua pimpinan DPRD yang berasal dari partai Demokrat dan Golkar yang juga tergabung dalam Koalisi Lanjutkan Karya Nurani Bangsa dalam rapat tersebut. Namun rapat pembentukan alat kelengkapan dewan tersebut tetap berjalan yang dihadiri sebagian besar fraksi-fraksi yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih yang terdiri dari Fraksi PDIP, Frasi PKS, Fraksi PAN dan Fraksi Madani (minus F-Hanura memilih bergabung dengan F-D dan F-Golkar yang tidak hadir).
Hasil Rapat Paripurna DPRD yang dilaksanakan pada Jumat (2/10) malam tersebut, menetapkan pimpinan alat kelengkapan DPRD jatuh ke tangan empat fraksi seluruh yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih. Dan fraksi Demokrat dan Golkar tidak memperoleh kursi pimpinan alat kelengkapan sebab tidak memasukkan nama-nama anggotanya dalam komposisi alat kelengkapan tersebut.
Disinilah kekisruhan terjadi, satu pihak mengklaim bahwa rapat tersebut tidak sah karena tidak mengindahkan dari tata tertib DPRD, serta telah melakukan pelanggaran kode etik dan mengabaikan kewajiban anggota dewan. Namun pihak lain rapat tersebut dianggap sah sebab ketidakhadiran sebagian besar anggota DPRD merupakan pilihan mereka dan rapat tersebut telah memenuhi syarat quorum dalam rapat.
Karena kekeukeuhan dua pihak yang berseteru inilah yang menyebabkan kebekuan dan kemandegan proses kerja DPRD saat ini. Hal ini terbukti dari beberapa agenda dan permasalahan penting banyak yangterbengkalai. Misalnya masalah guru honorer yang hingga sekarang masih belum jelas solusinya. Banyak di antara mereka yang sudah puluhan tahun mengabdi sebagai pendidik, hingga sekarang belum diangkat pegawai negeri sipil (PNS). Atau permasalah periodisasi kepala sekolah seperti yang sudah disiapkan di Kota Bandung, juga pengangkatan Kepala Dinas Pendidikan, serta BOS Provinsi, dan Porda yang di depan mata, dll.
Penulis disini tidak menyoroti pihak mana yang benar ataupun salah. Sebab hal tersebut bersifat subjektif dan bersentuhan dengan aroma politis. Penulis berharap adanya kedewasaan para wakil rakyat dalam proses berpolitik. Sebab penulis sebagai seorang aktifis pergerakan pun menyadari, bahwa konflik kepentingan dalam politik adalah hal yang lumrah. Namun hal itu jangan sampai menjadi penghambat dari subtansi politik itu sendiri yaitu mensejahterakan rakyat.
Hari Pahlawan dan keberanian berkorban
Dalam konteks hari pahlawan ini, hendaknya dimaknai oleh pihak yang sedang berseteru untuk berislah (damai). Perjuangan para pahlawan kita dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia harus dijiwai oleh pada anggota dewan dalam konteks berani berkorban dan mengenyampingkan kepentingan kelompok, partai dan pribadi.
Kedewasaan berpolitik adalah sebuah keharusan dalam rangka mengemban tugas utama sebagai wakil rakyat dan menyelesaikan konflik ini. Sebab alih-alih menjadi jembatan aspirasi rakyat, konflik di DPRD Kabupaten Bandung tersebut justru mempertontonkan tradisi yang tak mempresentasikan aspirasi rakyat. Bahkan mendzolimi dan menyengsarakan rakyat.
Bukankah pertarungan perebutan kekuasaan jugalah (jika tidak mau disebut ”haus kekuasaan”) yang mewarnai kekisruhan di DPRD Kabupaten Bandung ini. Tentu ini sangat bertolak belakang dengan semangat para pahlawn dahulu. Oleh karenanya semangat heroik para pahlawan dahulu harus mampu ditularkan; berani berkorban, semangat kebersamaan, saling bahu-membahu demi kepentingan masyarakat Kabupaten Bandung.
Kita berharap konflik dan kekisruhan ini tidak sampai berkepanjangan bahkan mendalam sampai ke meja hijau. Sebab sudah barang tentu menjadi korban konflik elit politik tersebut adalah rakyat. Kalau hal ini terus terjadi, malulah jika anggota dewan tersebut masih menamakan diri sebagai wakil rakyat.
Semoga saja!
*: Penulis adalah Ketua Bidang partisipasi pembangunan Daerah (PPD) HMI Cabang Kabupaten Bandung.
0 comments:
Posting Komentar