Sebuah wawancara (namun) monolog.
1. Pokok Bahasan : Wawancara tokoh saksi sekaligus pelaku sejarah Tragedi Mei 1998.
2. Narasumber : Abu As-Sauqi alias Sirojudin Srait.
3. Profl Singkat narasumber: Tak ada sejarah, tokoh pengemban kisah. Abu As-Sauqi Alias Sirojudin Sirait adalah saksi sekaligus pelaku sejarah Tragedi berdarah Mei 1998. Warga Betawi asli in sejak kecil sampai dewasa dihabiskan di kota metropolitan itu. Namun takdir tidak memuluskan jejak langkahnya terus berpijak di kota Jakarta untuk selamanya. Peristiwa Mei 1998lah yang membuat segalanya berubah. Karena dianggap sebagai dalang dan otak kerusuhan Mei 1998 tersebut beliau harus rela bersemayam 5 tahun di balik jeruji besi Dengan label napinya rupanya masyarakat tidak bisa lagi menerima kehadirannya sampai ia pun harus hijrah bersama anak istrinya ke kota Sumedang tepatnya di Jatinangor.
Kemarin Bulan Mei 2007, berart sudah sembilan tahun Tragedi berdarah itu berlalu, namun baginya rentang waktu yang tidak sebentar itu tidak ada artinya apabila kasus tersebut tidak diusut tuntas siapa dalang dibalik tragedy tersebut.
“Kerusuhan Mei 1998 tersebut telah terorganisir dengan baik sehingga korbannya pun tidak tanggung-tanggung sekitar 1000 orang, apakah ini sebuah kebetulan? Mustahil ini hanya kebetulan, pasti ada dalang di balik semua ini” Ungkap bapak empat anak ini.
4. Waktu dan Tempat : Kamis, 17 Mei 2007. 16.00 Jatinangor, Sumedang, Roromok bapak Abu As-Sauqi.
5. Target Hasil : Mengetahui lebih dalam peristiwa bersejarah Tragedi Me 1998 dari seorang saksi dan pelaku sejarah langsung.
WAWANCARA:
Prolog:
Langit sore di Jatinagor itu terasa gelap dan tebal, sebagai tanda sebentar lagi awan akan mengeluarkan air matanya. Namun air mata sesungguhnya tak pernah terlihat membasahi mata Abu As-sauqi, walaupun pada kenyataannya hati bapak sekolah MDA Darul Amanah itu merintih dan menjerit meratapi kejamnya dunia.
Ya, masa mudanya ia lalui dengan kelam, sehitam awan yang akan hujan itu. Ia menjadi korban ketidakadilan saat peristiwa meletus sebagai peruntuhan rezim Orde Baru yang berlangsung pada bulan Mei sembilan tahun silam, ia tuduhan sebagai pembunuh dan dalang kerusuhan menjadi harga mati yang dilabeli dipundaknya oleh para penjabat tapi penjahat HAM itu, sehingga ia pun harus rela bersemayam di jeruji besi selama lima tahun. Hingga detik ini, ia tidak pernah akan menerima fitnah yang memalukan keluarganya itu, Alih-alih turun ke jalan untuk mengamankan dan mengerai kerusuhan malah ia dituduh menjadi otak kerusuhannya.
Di penghujung 2003, bapak dua anak ini akhirnya bisa merasakan udara bebas. Tapi sayang label yang melekat pada dirinya sebagai mantan nafi tidak membuat ruang geraknya bebas. Masyarakat disekitarnya tidak bisa menerimanya, apalagi waktu pertama kali bebas ia sudah tidak diterima oleh keluarga besarnya. Tak pelak bebasnya dari bui itu ia pun (seakan) hidup seorang diri.
Keinginan untuk hidup bersosialiasi “normal” bersama masyarakat ia niatkan sebagai pengabdian ke masyarakat, negara dan agamanya dengan mendirikan sebuah sekolah madrasah diniyah awaliyah (MDA) bagi anak-anak di kampungnya dengan biaya Cuma-Cuma. Harapanya cuma satu agar generasi mendatang lebih “pintar”, agar tidak dimainkan dan ditipu oleh orang lain sebagai mana yang ia alami dulu, namun jauh dari itu keinginan mulianya adalah untuk melahirnya kader-kader islam yang tangguh yang akan menjadi tentara Allah Swt kelak.
***
Disela-sela kesibukanya sebagai kepala keluarga dan kepala sekolah MDA Darul Amanah, saya berkesempatan untuk mewancari beliau sekitar masalah tragedy Mei 1998 dan pengalaman-pengalamannya.
Penampilan yang apa adanya dengan baju koko biru dan sarung bermotif batik semakin menambah kesahajaanya. Ditemani dengan kopi hangat dan sepiring keripik singkong yang disajikan oleh istrinya menemani obrolan lepas kami.
Oki Sukirman (OS) : Bagaimana kabar bapak sekeluarga saat ini pak?
Abu As-sauqi (AS) : Alhamdulilah, hingga saat ini Allah Swt masih memberikan saya sekeluarga kesehatan dan keselamatan.
OS : untuk saat ini, kesibukan bapak selain sebagai kepala sekolah MDA Darul Amanah apa saja?
AS : Oh… selain sebagai kepala (sekolah), bapak saat ini sedang mempunyai kesibukan baru sebagai petani. Ya keci-kecilan, kebetulan dua bulan yang lalu saya membeli sebidang tanah didaerah puncak dari pada harus disewakan mening saya kelola sendiri, kan lumayan hasilnya bisa langsung saya nikmati.
OS : Iya..betul pa, jadi bapak tidak repot-repot beli dong….
AS : Heueuh bener, sejak seminggu kemarin saja, istri saya sudah tidak berlangganan lagi sayrur-sayuran ke tukang penjual sayur. Segala kebutuhan sehari-hari telah terpenuhi dari hasil berkebun.
OS : Pak, kesempatan kali ini saya ingin ngobol saja tentang perjalana hidup bapak kaitannya dengan tragedy Mei 98, bisa dibilang bapak mungkin adalah pelaku sejarahnya?
AS : Oia..silahkan saja…
OS : Hari ini tanggal 13 Mei 2007 berarti tragedy Mei 98 telah memasuk tahun ke sembilanya, bagaimana tanggapan bapak terhadap pemerintah pada penyeleseian kasus ini?
AS : Duh…(sambil menggelengkan kepala) bapak merasa kecewa terhadap pemerintah baik saat in ataupun yang sudah. Dari mulai Habibie, Gus Dur, Megawati sampai saat ini Susilo Bambang Yudhoyono kasus ini tidak pernah menemui ending, selalu saja setiap pemerintahan berganti kebuntuan seakan telah diwariskan. Benar-benar pemerintah disini seakan mencuci tangan dari kasusu ini?
OS : Tadi bapak mengatakan bahwa pemerintah seakan cuci tangan, maksud bapak bahwa pemerintah tidak bertanggung jawab?
AS: Iya tepat sekali, masa tragedy Mei 98 yang memakan korban lebih 2000 orang dianggap sebagai kasus pelanggaran HAM biasa, keterlaluan kan. Dimana harga nyawa manusia itu (sambil meneteskan air mata), di Ambon saja pemerintah menggebor-geborkan telah terjadi pelanggaran HAM berat, seakan semut disebrang terlihat sedangkan gajah didepan mata dianggap semut. Mau jadi apa kalau seperti ini.
OS : Apa usaha bapak sebagai upaya untuk menujukan kebenaran dan keadilan tentang tragedy Mei 98 ini?
AS : Wah…banyak, bahkan sudah tak terhitung dari mulai jalur hukum, politik, pendidikan dan masih banyak lagi…
OS : dari usaha-usaha itu sebenranya apa yang menjadi hambatan batu keras menghalangi perjuangan bapak untuk menujukan kebenaran dan keadilan itu?
AS : Yang paling keras dan sulit ditembus itu karena para penegak serta para pejabat saat ini justru orang-orang yang terlibat pada tragedy berdarah itu, susah kan membuka kartu pada orang yang punyai kartu…. (sambil terseyum)
OS : Tentang orang yang terlibat, sebenarnya bapak sendiri terlibat pada tragedy Mei 98 itu?
AS: Oh tidak….
OS : Tapi kenapa bapak masuk penjara?
AS : Itulah permainan elite politik busuk yang tidak mau bertanggung jawab, yang menjadi korban tetap rakyat kecil. Rakyat kecil seolah menjadi umpan untuk kenikmatan mereka. Bapak dituduh membunuh dan menjadi dalang kerusuhan itu…
OS : Jadi secara tegas bapak tidak terlibat?
AS: Tidak….
OS: Tapi, jika misalnya saat ini pemerintah membuka kembali kasus ini yang telah dibekukan oleh komisi III DPR, apakah bapak siap misalnya menjadi seorang saksi atau lebih dari itu menjadi “orang yang betul-betul terlibat”?
AS : Iya saya kapanpun akan selalu siap, jika memang benar saya menjadi pelaku atau dalang nanti akan ketauan sebenarnya siapa dibalik semua itu, tapi saya tetap yakin kebenaran akan selalu menang. Dan untuk kasusu ini saya yakin akan terbongkar, tapi entah rezim pemerintahan siapa…
OS : Saya melihat saat ini sepertinya pemerintah seakan tutup telinga dari media-media yang ingin mengusut tuntas kasus ini, bagaimana menurut bapak cara yang efektif untuk membukakan mata dan telinga pemerintah itu?
AS : Menurut saya media saat ini sudah melakukan tugas yang baik, namun yang disayangkan adalah dari pihak masyarakat sendiri, seolah tragedy ini hanya milik korban Tragedi itu sendiri, jadi masyarakat seakan acuh tak acuh….
OS : Tapi masyarakat mengatakan bahwa, tragedy Mei 98 memang merupakan pelanggaran HAM berat, bagaimana tanggapan bapak?
AS : memang… tapi kan untuk mengusut tuntas masalah ini tidak cukup hanya berkoar, tapi tolong dong turun kejalan atau lakukan dialog dan wacana untuk mengusut tuntas kasus ini.
OS : Ya semoga saja ak, saya juga berdoa semoga kasus ini tuntas habis dan akan ketauan siapa dalang utamanya. Dan kebenaran dan keadilan akan membumi di tanah Indonesia ni…
AS : Iya Insya Allah
OS : Segitu aja pak ngobrol-ngobrolnya. Terima kasih bapak yang masih mau meluangkan waktunya. Saya pamit pak Asslamaualaikum..Wr.Wb
AS: Waalaikum salam Wr.Wb.
***
Epilog:
Akhirnya obrolan itu kami akhiri, walaupun perasaan saya sedikit tidak enak dengan menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang menyudutkannya. Tapi itulah fakta dan tugas semuanya harus diungkap agar jelas mana yang hitam dan mana yang putih, tidak menjadi abau-abu.
Semoga saja wawancara saya ini memberikan energi lebih dalam memperingati sembilan tahun Tragedi Meiu 98 berdarah itu. Sejarah harus tetap diungkap untuk menatap masa depan yang singgap dan cerah.
0 comments:
Posting Komentar