Hari Antinarkoba Nasional memang sudah berlalu, tapi “anginnya” masih cukup terasa. Dari peringatan Hari Antinarkoba interNasional ini setidaknya memberikan kita sebuah peringatan ternyata masih banyak sekali hal-hal yang harus kita benahi dan susun kembali. Memang rasanya tidak ada yang istimewa, tatkla Hari Antinarkoba InterNasional yang jatuh pada 26 Juni kemarin diperingati oleh seluruh warga dunia, setiap bergulirnya tanggal 26 Juni memang dingin-dingin saja, termasuk masyarakat dan pemerintah saat ini. Setiap tanggal 26 Juni kita lalui dengan tanpa makna, minim akan pelajaran, bukan berarti kita mengistimewkan hanya tanggal 26 Juni saja, momentum Hari Antinarkoba tidak terbatas Hari dan waktu. Setiap saat adalah momentum untuk menyatakan perang terhadap narkoba. Narkoba adalah musuh bersama kapanpun dan dimanapun.
Sejarah mencatat dengan jelas bagaimana ganasnya dari dampak narkoba, narkoba bisa membunuh segala potensi yang dimiliki oleh seseorang, masa depan cerah yang ingin diraih sirna hanya dengan narkoba, masa depan menjadi suram (madesu). Dan lebih parahnya lagi kebanyakan dari korban (bencana) narkoba adalah para remaja. Ya tidak mengherankan jika dilihat dari kacamata psikologi, masa remaja adalah masa transisi, masa peralihan antara anak-anak dan dewasa. Para remaja seakan sedang melangkah pada dunia baru, yang tentu berbeda dengan dunia yang dulu: dunia anak-anak. Para remaja ingin untuk meraih dunia dewasa, namun secara psikis dan biologis mereka belum cukup untuk diketegorikan dewasa. Maka ketika ada sesuatu hal yang dinilai oeh mereka “baru” para remaja seakan terpanggil untuk mencoba-coba dan mengalahkan pertimbangan entah itu baik atau buruk. Masa remaja adalah lahan subur untuk tumbuhnya narkoba.
Melihat feomena saat ini, Dimana para remaja menjadi objek dari narkoba? Maka tentu akan resah dengan keadaan ini, bagaimanapun para remaja adalah calon “tulang punggung” negara ini untuk masa yang akn datang. Ya bisa kita bayangkan bagaimana keadaan negara ini masa yang akan datang, jika saat ini para remaja yang akan meneruskan estapet perjuangan menjadi generasi yng lemah; lemah akan potensi diri, kesempatan, moral, pengetahuan dan spiritual. Tentu negara kita akan terus jadi negara yang kalah.
Setidaknya dengan adanya peringatan Hari Antinarkoba InterNasional menjadi momentum untuk berkaca diri, sejuah mana eksistensi pemerintah, keluarga dan remja dalam menyongsong dunia yang lebih baik, yang bersih dari narkoba.
Kita merasa sedih dengan kedaan ini, data Badan Anrkotika Provinsi (BNP) mencatat Jawa Barat sebagai provinsi yang mempunyai potensi tinggi dalam peredaran dan pengunaan narkoba, dengan jumlah kasus 1.270 kasus dengan jumlah tersangka 832 orang (kompas 17 /6/2006). Menyedihkan memang terlebih saat ini sebagai anak (remaja) yang duduk di bangku akhir SMP dan SMU tengah dilanda sebuah masalah dalam ketidaklulusan dalam UN. Ini menjadi masalah baru yang dihadapi oleh siswa-siwa dan para orangtua, stress dan defresi menimpa mereka dan ini merupakan lahan yang potenisal untuk masuknya narkoba.
Maka para orangtua dihimbau untuk lebih waspada terhadap perilaku yang aneh. kita sedih ketika mendengar ada siswa yang tidak lulus UN dengan berani membakar sekolah sendiri, ada yang menyakiti gurunya sendiri dan yang lebih tragis lagi ada yang nekat bunuh diri. Yang perlu lebih diwaspadai saat ini adalah narkoba. Pemerintah dan para orangtua harus segera memberlakukan siaga satu untuk hal ini. Sebab para orang tua dan orang-orang terdekat terlebih lagi pemerintah mempunyai andil yang sangat besar pada masalah ini dan untuk mengkanter kejadaian yang tidak diinginkan.
Semua komponen pendukung tersebut harus lebih cekta, pertama: peran keluarga, bagaimana orangtua senantiasa menjadi sahabat curhat bagi anaknya, khusus pada kasus ini ketidak lulusan UN, para orangtua harus memberikan semangat dan menghibur anakanya, tentu dengan tidak pernah melepaskan dari pengawasan pada setiap gerak-gerik remaja, agar dalam menghadapi masalah ini ia tidak stress dan defresi atau yang lebih tidak dinginkan adalah lari pada narkoba.
Kedua: peran guru. Bagaimanapun dengan berakhirnya UN, bukan berati tugas seorang guru telah selesai sampai disana, para guru juga mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap perkembangan anak didiknya setelah diadakannya UN. Khusus bagi siswa yang tidak lulus, dukungan dan perhatian serta suntikan-suntikan moral adalah obat yag cukup ampuh bagi para remaja yang sedang timpang dalam menghadapi masalahnya.
Ketiga: peran pemerintah, pemerintah harus bisa memberikan jalan keluar yang lebih tepat. Perlu dicatat juga mengingat bahwa cakupan pendidikan bukan saja mencakup ranah pengetahuan (kognitif) tapi lebih dari itu ranah sikap (attitude) dan praktek (skill) adalah hal yang harus lebih diutamakan. Apa yang diharapkan jika para siswa hanya mampu menjawab soal-soal UN kalau segi moral tidak sesuai dengan apa yang mereka pelajari. Ya inilah potret penidikan kita saat ini. Yang masih mengutamakan intelektual. Akankah pendidikan kita tetap “memproduksi” pada generasi-genersai picik sebab tak sedikit orang yang pinter tapi justru kblinger. Selain itu juga peran pemerintah harus lebih tegas terhadap penyebaran dan peredaran narkoba, hukum harus lebih tegas tanpa tebang pilih, tangkap semua para bandar-bandar narkoba, apalagi bagi Jawa barat hal ini menjadi cambuk dengan adanya predikat sebagai provinsi yang mempunyai potensi tinggi terhadap penyalahgunaan narkoba. Adakah kita dingin-dingin saja, acuh tak acuh terhadap masalah ini? Masyarakata dan aparatur pemrintah Jawa Barat ini adalah tugas baru setelah mereka dihadapkan pada masalah sampah
0 comments:
Posting Komentar